INOVASI PADA KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
(KTSP)
A. Latar Belakang
Perubahan adalah suatu bentuk yang wajar terjadi, bahkan para filosof
berpendapat bahwa tidak ada satupun di dunia ini yang abadi kecuali
perubahan. Tampaknya perubahan ini merupakan sesuatu yang harus terjadi tetapi
tidak jarang dihindari oleh manusia. Semua perubahan akan membawa resiko,
tetapi strategi mempertahankan struktur suatu kurikulum tanpa perubahan akan
membawa bencana dan malapetaka, sebab mengkondisikan kurikulum dalam posisi
status quo menyebabkan pendidikan tertinggal dan generasi bangsa tersebut tidak
dapat mengejar kemajuan yang diperoleh melalui perubahan. Dengan demikian,
inovasi selalu dibutuhkan, terutama dalam bidang pendidikan, untuk mengatasi
masalah-masalah yang tidak hanya terbatas masalah pendidikan tetapi juga
masalah-masalah yang mempengaruhi kelancaran proses pendidikan.
Salah satu aspek penting
dalam konteks pendidikan di manapun adalah kurikulum, karena kurikulum merupakan komponen
pendidikan, baik oleh pengelola maupun penyelenggara, khususnya oleh guru dan
kepala sekolah. Kurikulum dibuat secara sentralistik, oleh karena itu setiap
satuan pendidikan diharuskan untuk melaksanakan dan mengimplementasikannya
sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang disusun oleh
pemerintah pusat.
Namun Seringkali kurikulum dijadikan objek penderita, dalam pengertian bahwa
ketidakberhasilan suatu pendidikan diakibatkan terlalu seringnya kurikulum
tersebut berubah. Padahal, seharusnya dipahami bahwa kurikulum seyogyanya
dinamis, harus berubah mengikuti perubahan yang terjadi dalam masyarakatnya.
Cuban (1991 : 216) mengemukakan bahwa untuk
memahami perubahan kurikulum perlu untuk dipahami tiga pokok pemikiran tentang
perubahan tersebut yakni (a) rencana perubahan itu selalu baik, (b) harus
dipisahkan antara perubahan (change) dengan kemantapan (stability),
dan (c) apabila rencana perubahan sudah diadopsi maka perlu untuk dilakukan
perbaikan terhadap rencana tersebut (improvement).
Pada tahun ajaran 2005/2006 setelah
diberlakukannya kurikulum berbasis kompetensi, setahun kemudian yaitu pada
tahun ajaran 2006/2007 di terbitkan kebijakan baru mengenai pemberlakuan
pengorganisasian kurikulum yang dikenal dengan istilah KTSP (Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan), dengan batas akhir penerapan di sekolah pada tahun ajaran
2009/2010.
Perkembangan
terbaru saat ini adalah munculnya penerapan KTSP oleh lembaga penyelenggara
pendidikan dilingkungan Dinas Pendidikan. Kehadiran KTSP tidak serta menjadi
solusi alternatif bagi berbagai “dilema” yang menutupi pendidikan karena
berbagai faktor. Penulis dalam hal ini mengidentifkasi beberapa hal yang
berkaitan dengan hadirnya KTSP, yaitu diantaranya:
- KTSP muncul tidak lama setelah terbitnya
kurikulum 2004, sehingga di lapangan menimbulkan pertanyaan apakah ini
kurikulum baru yang merupakan revisi terhadap kurikulum 2004.
- KTSP merupakan kurikulum operasional yang
disusun dan dikembangkan oleh sekolah (guru dan stakeholder lainnya),
sementara “mereka” biasanya menerima segala sesuatu secara terpusat.
- Kesiapan data-data yang diprasyaratkan
dalam KTSP belum sepenuhnya siap, karena dalam hal kecil guru pada umumnya
tidak memiliki buku administrasi guru secara utuh.
- Bagaimana hubungan antara pembelajaran
dengan menggunakan formula KTSP dengan tuntutan ujian nasional (UNAS)?,
yang secara filosofis memang berbeda.
- Penyusunan dan pengembangan KTSP melibatkan banyak unsur, diantaranya;
guru-guru, unsur pimpinan sekolah, pengawas, dinas pendidikan/depag
terkait, dan komite sekolah. Hal ini merupakan kesulitan tersendiri karena
sulit untuk dipertemukan secara langsung.
- Adanya pengurangan jam pelajaran yang
sangat dirasakan dampaknya bagi guru-guru di lembaga pendidikan swasta.
- Unsur standar pendukung pelaksanaan KTSP
belum diterbitkan seluruhnya saat ini baru terbit dua standar dari delapan
standar yang ditetapkan, yaitu SKL (santdar kompetensi lulusan) dan SI
(standar isi).
Terlepas
dari sejumah “dilemma” yang ada sehubungan dengan ditetapkannya kebijakan
mengenai penerapan KTSP, penulis dalam hal ini akan mengkaji secara khusus
mengenai KTSP dipandang dari sudut akademik, sehingga mudah-mudahan akan
memberikan gambaran mengenai peluang, harapan dan tantangan.
B.Rumusan Masalah
Mengacu
kepada apa yang dijelaskan di atas, maka masalah yang dikemukakan pada tulisan
ini berkaitan dengan:
- Bagaimana perkembangan inovasi kurikulum
dan pembelajaran sebelumnya lahirnya KTSP?
2. Bagaimana
pengertian Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)?
3. Apa saja landasan dan prinsip dalam
pengembangan KTSP?
4. Bagaimana tujuan KTSP?
5. Apa saja
komponen-komponen KTSP?
6. Apa saja aspek-aspek
inovatif yang terkandung dalam KTSP?
7. Bagaimana Pengembangan KTSP?
8. Apa saja tantangan dalam
KTSP sebagai upaya mempercepat pembangunan bangsa?
9. Apa saja kemungkinan
permasalahan yang akan muncul pada saat kurikulum tersebut diadopsi?
PEMBAHASAN
INOVASI PADA KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
(KTSP)
A.
Perkembangan Inovasi-Inovasi Kurikulum di Indonesia
Perkembangan pendidikan di Indonesia ditandai dengan lahirnya berbagai
inovasi pendidikan yang didalamnya terdapat inovasi kurikulum dan inovasi
pembelajaran, yang diperkuat dengan berbagai kebijakan pada masa inovasi
tersebut diterapkan. Secara spesifik makalan ini menyajikan berbagai inovasi
kurikulum dan pembelajaran yang telah dan sedang dilakukan hingga saat ini.
Inovasi merupakan suatu ide yang dituangkan dan bersifat baru, walaupun
sesungguhnya tidak ada sesuatu hal yang baru seutuhnya tetapi merupakan
penyesuaian dan perbaikan dari hal yang telah ada. Karakteristik suatu inovasi
adalah; kreatif, baru, praktis, perubahan nilai, ekonomis, dan merupakan suatu
terobosan. Dan lingkup inovasi terdiri dari tiga bagian yaitu inivasi struktur
(SD 5 tahun), inovasi materi (materi teknologi informasi dan komunikasi untuk
SMU tahun 2004), dan inovasi proses (e-learning) melalui tahapan konwledge, persuasion, decision,
implmentation, dan confirmation (Rogers,1983:164)
Sebagai gambaran awal, berikut ini akan disajikan mengenai beberapa
perkembangan kurikulum khususnya di Indonesia dimulai dari tahun 1968 hingga
2004 dan 2006 dengan spesifikasi orientasi dari masing kurikulum-kurikulum
tersebut, secara garis besar perkembangan tersebut disajikan dalam tabel 1, sebagai
berikut:
Perkembangan Kurikulum Di Indonesia
NO
|
TAHUN
|
FOKUS ORIENTASI
|
1
|
1968
|
Subject
Matter (mata pelajaran)
|
2
|
1975
|
Terminal
Objectives (TIU, TIK)
|
3
|
1984
|
Keterampilan
Proses (CBSA Project)
|
4
|
1994
|
Munculnya
pembagian kamar antara kurikulum nasional dengan kurikulum muatan local
|
5
|
2004
|
Kurikulum
Berbasis Kompetensi
|
6
|
2006
|
Kurikulum berbasis lokal (daerah/satuan
pendidikan)
|
Dengan melihat
pada isi tabel di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa :
·
perubahan atau
penyesuaian kurikulum tersebut relatif
dilakukan dalam periode yang relatif konstan yaitu antara 8 hingga 10 tahun,
·
perubahan
mencakup aspek proses dan materi,
·
perkembangan
terakhir menunjukkan konsentrasi pendidikan untuk meningkatkan mutu dan
relevansinya bagi masyarakat dan lingkungan.
Perkembangan terbaru dalam pendidikan dan kurikulum yaitu lahirnya
kurikulum 2006 dengan diikuti populernya istilah KTSP. Persepsi masyarakat
pendidikan pada umumnya dalam memandang KTSP sebagai model baru kurikulum
sebagai pengganti KBK (kurikulum 2004), secara teoritik model pengembangan
kurikulum yang sejalan dengan paradigma KTSP adalah model Tyler (objective
model), model grassroot dari Hilda Taba, Model kurikulum transmisi dari
Miller-Seller, dan lain sebagainya.
Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis beranggapan bahwa KTSP adalah
sebuah istilah/penamaan dari suatu bentuk pengelolaan dan pengorganisasian
kurikulum sebagai implikasi dilaksanakannya otonomi daerah khususnya dalam
bidang pendidikan, hipotesa penulis didasari pengertian KTSP, prinsip-prinsip,
dan prosedur penyusunan KTSP yang akan diuraikan pada bagian berikutnya dalam
makalah ini.
Sebagai pengayaan informasi penulis mencoba mendekatkan antara KTSP
dengan SBCD (School-Based Curriculum
Development) yang diterapkan di Australia melalui tulisan Laurie Brady “Curriculum Development: Third Edition”
(1990). Brady mengatakan bahwa SBCD didalamnya “........... school and teacher greater autonomy in
curriculum decisions”, pernyataan tersebut didasari pada asumsi bahwa “
..... that curriculum decisions should be
made by the teacher who are implementing them and that decisions should be
shared by all who are involved”.
Trend munculnya SBCD adalah adanya desentralisasi dalam paradigma
pengelolaan bidang kehidupan, tingginya tuntutan terhadap profesionalisme guru,
perlunya kebebasan sekolah untuk menentukan dan mengembangkan program studi,
dan keterlibatan guru secara langsung dalam proses pengembangan kurikulum.
Lebih lanjut Brady mengatakan bahwa peran sekolah dalam proses pengembangan
kurikulum adalah “ school must be
involved in selecting content, having regard for available resources, to meets
its own objectives and to cuter for students of different level of maturation”.
Beberapa karakteristik pelaksanaan SBCD di Australia adalah sebagai
berikut:
- Melibatkan sekolah dan guru dalam membuat
keputusan pengembangan dan implementasi kurikulum.
- Menjalin hubungan antara beberapa sekolah
dalam proses pengembangan kurikulum.
- lebih berorientasi pada selective dan adaptive dari pada creative.
- Merupakan proses kontinu dan dinamis
dengan melibatkan guru, siswa dan masyarakat.
- Membutuhkan dukungan dari berbagai elemen
terkait.
- Mengubah aturan/pola guru yang tradisional
(perubahan peran guru kearah profesionalisme).
- Adanya perpindahan tanggung jawab dalam
pembuatan keputusan kurikulum daripada memutuskan hubungan atau jalur
dengan pusat.
Beberapa reaksi terhadap SBCD seperti ditulis Brady adalah: terasa berat
melakukan perubahan peran guru dari pelaksana menjadi pengembang, lemahnya
keahlian/kemampuan guru dan kurangnya pengalaman dan pengetahuan mengenai
pengembangan kurikulum yang disediakan di sekolah, masalah usia; karena usia
merefleksikan pengalaman mengajar, insentif; yaitu suatu upaya untuk memotivasi
guru terlibat dalam SBCD, dan support
structure; perlunya dukungan sekolah secara hirarkikal.
Berdasarkan beberapa kutipan yang penulis ambil dalam bukunya Brady
(1990), pada hakekatnya terdapat beberapa kesamaan orientasi antara SBCD yang
diungkap oleh Brady pada tahun 1990 dengan KTSP yang saat ini merupakan hal
yang dianggap “kebaruan” dalam masyarakat pendidikan di Indonesia. Sehingga
SBCD dapat menjadi salah satu rujukan dalam desain, pengelolaan, pemanfaatan,
penggunaan, dan evaluasi KTSP yang sekarang sedang digalakan oleh pemerintah
dalam hal ini adalah dinas pendidikan indonesia dari tingkat pusat hingga
tingkat daerah.
B. Pengertian kurikulum satuan
pendidikan (KTSP)
KTSP adalah suatu ide tentang pengembangan
kurikulum yang diletakan pada posisi yang paling dekat dengan pembelajaran
yakni sekolah dan satuan pendidikan. KTSP merupakan paradigma baru pengembangan
kurikulum, yang memberikan otonomi luas pada setiap satuan pendidikan, dan
pelibatan masyarakat dalam rangka mengefektifkan proses belajar mengajar di
sekolah. Otonomi
diberikan agar setiap satuan pendidikan dan sekolah memiliki keleluasaan dalam
mengelola sumber daya, sumber dana, sumber belajar dan mengalokasikannya sesuai
prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat.
kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) yang dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi
sekolah/daerah, karakteristik sekolah/daerah, sosial budaya masyarakat
setempat, dan karakteristik peserta didik. Sekolah dan Komite Sekolah, atau
Madrasah dan Komite Madrasah mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
dan silabus berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi
kelulusan
KTSP merupakan upaya
untuk menyempurnakan agar lebih familiar dengan guru, karena mereka banyak
dilibatkan diharapkan memiliki tanggung jawab yang memadai. Penyempurnaan
kurikulum yang berkelanjutan merupakaqn keharusan agar sistem pendidikan
nasional tersebut selalu relevan dan kompetitive. Hal tersebut juga sejalan
dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 35 dan 36 yang menekankan
perlunya peningkatan standar nasional pendidikan sebagai acuan kurikulum secara
berencana dan berkala dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
KTSP adalah kurikulum
operasional yang disusun, dikembangkan dan dilaksanakan oleh setiap satuan
pendidikan yang sudah siap dan mampu mengembangkannya dengan memperhatikan UU
No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 36.
C. Landasan
dan Prinsip Pengembangan KTSP
KTSP dilandasi oleh UU
dan peraturan pemerintah sebagai berikut:
1. UU No. 20 Tahun 2003
tentang Sisdiknas
2. Peraturan pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
3. Permendiknas No. 22
Tahun 2006 tentang standar Isi
4. Permendiknas No. 23
Tahun 2006 tentang standar kompetensi kelulusan
5. Permendiknas No. 24
Tahun 2006 tentang pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan No. 23
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
jenjang pendidikan dasar dan menengah dikembangkan oleh sekolah dan komite
sekolah dengan berpedoman pada Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar Isi
(SI) serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP), dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Berpusat pada potensi, perkembangan, serta
kebutuhan peserta didik dan lingkungannya
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki
posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan
kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan,
dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. Memiliki posisi
sentral berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik.
b. Beragam dan terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik
peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai
dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat,
status sosial, ekonomi, dan jender. Kurikulum meliputi substansi komponen
muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan
kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
c. Tanggap terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni yang berkembang secara dinamis. Oleh karena itu, semangat
dan isi kurikulum memberikan pengalaman belajar peserta didik untuk mengikuti
dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
d. relevan dengan
kebutuhan kehidupan
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan
(stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan
hidup dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum harus
mempertimbangkan dan memperhatikan pengembangan integritas pribadi, kecerdasan
spiritual, keterampilan berpikir (thingking skill), kreatifitas sosial,
kemampuan akademik, dan keterampilan vokasional.
e. Menyeluruh
dan berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup
keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian kurikulum dan mata pelajaran yang
direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang
pendidikan.
f. Belajar sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum
mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, non formal, dan
informal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu
berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
g. Seimbang antar
kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan global,
nasional, dan lokal untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Kepentingan global, nasional, dan lokal harus saling mengisi dan
memberdayakan sejalan dengan perkembangan era globalisasi dengan tetap
berpegang pada motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).
D. Tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah
untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian
kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk
melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan
kurikulum.
Secara khusus tujuan diterapkannya KTSP adalah :
a. Meningkatkan mutu pendidikan melalui
kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan
memberdayakan sumber daya yang tersedia.
b.Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan
masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.
c. Meningkatkan kompetisi yang sehat
antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai.
E. Komponen-Komponen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Bahwa komponen-komponen KTSP terdiri dari sebagai berikut :
a.
Tujuan Pendidikan Tingkat
Satuan Pendidikan
Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan
dasar dan menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut.
1)
Tujuan pendidikan dasar adalah meletakan dasar
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
2)
Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
3)
Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah
meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai
dengan kejuruannya.
b.
Struktur dan Muatan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus
ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Kedalaman muatan
kurikulum setiap mata pelajaran pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam
kompetensi yang harus dikuasai peserta didik sesuai dengan beban belajar yang
tercantum dalam struktur kurikulum
Struktur dan muatan KTSP pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah yang tertuang dalam SI
meliputi lima kelompok mata pelajaran sebagai berikut :
1)
Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia.
2)
Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian.
3)
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknlogi.
4)
Kelompok mata pelajaran estetika.
5)
Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan.
Kelompok mata pelajaran tersebut
dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan pembelajaran sebagaimana
diuraikan dalam PP 19/2005 pasal 7. Muatan KTSP meliputi sejumlah mata
pelajaran yang keluasan dan kedalamannya merupakan beban belajar bagi peserta
didik pada satuan pendidikan. Di samping itu materi muatan lokal dan kegiatan
pengembangan diri termasuk ke dalam isi kurikulum
c.
Kalender Pendidikan
Kurikulum tingkat satuan pendidikan pada
setiap jenis dan jenjang diselenggarakan dengan mengikuti kalender pendidikan
pada setiap tahun ajaran. Kelender pendidikan adalah pengaturan waktu untuk
kegiatan pembelajaran peserta didik selama satu tahun ajaran yang mencakup
permulaan tahun pelajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif
dan hari libur. Kalender pendidikan untuk setiap satuan pendidikan disusun oleh
masing-masing satuan pendidikan berdasarkan alokasi waktu pada dokumen standar
isi dengan memperhatikan ketentuan dari pemerintah.
F. Aspek-Aspek Inovatif
yang Terkandung Dalam KTSP
KTSP
yang mulai diberlakukan secara nasional pada tahun 2006 jelas berbeda dengan
kurikulum sebelumnya. Perbedaan yang paling mendasar adalah bahwa KTSP
merupakan produk dari penjabaran Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.
20 tahun 2003 yang bernafaskan Undang-undang Otonomi Daerah. Dua hal penting
yang membedakan KTSP dengan kurikulum sebelumnya (sebagai dampak dari UU
Otonomi Daerah) adalah (a) diberlakukannya kurikulum yang berdiversifikasi, dan
(b) adanya standardisasi pendidikan. Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia
adalah negara yang heterogen, baik dilihat dari aspek geografisnya maupun latar
belakang sosial budayanya. Heterogenitas ini membawa dampak bahwa terdapat
perbedaan yang cukup bermakna antara daerah dan pusat. Dengan diberlakukannya
Undang-undang Otonomi Daerah maka setiap daerah mempunyai wewenang untuk
mengatur urusan dalam negerinya. Dengan demikian, pada aspek pendidikan terjadi
hal yang sama. Jika pada masa berlakunya sentralisasi saja sudah menyebabkan
adanya perbedaan yang bermakna antara pusat dengan daerah, maka dapat
dibayangkan apa yang akan terjadi dengan sistem pendidikan yang desentralisasi.
Untuk mengatasi perbedaan tersebut,
maka kurikulum dikembangkan dengan mengacu kepada standar nasional, artinya
meskipun tiap daerah bahkan tiap sekolah diberi kebebasan untuk mengembangkan
kurikulumnya sesuai dengan kemampuan masing-masing, tetapi tetap harus mengacu
pada standar minimal yang sifatnya nasional. Dengan demikian diharapkan bahwa
kurikulum yang dikembangkan (KTSP) dapat mengadopsi kebutuhan daerah tetapi
tidak melupakan aspek mutu/kualitas pendidikan secara
nasional.
Aspek-aspek
inovatif yang terkandung dalam KTSP di antaranya diterapkannya pendidikan
kecakapan hidup; dikembangkannya keunggulan lokal sesuai karakteristik,
kebutuhan, dan tuntutan setempat; kurikulum berbasis sekolah, dalam pengertian
meskipun kerangka dasar dan struktur kurikulum dikembangkan secara
sentralistik, tetapi pengembangan perencanaan pembelajaran (silabus & RPP)
dan kegiatan belajar mengajar dikembangkan secara desentralistik; dan
disertakannya peran serta masyarakat.
G. Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Dalam pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dapat
dilakukan melalui pengembangan komponen-komponen kurikulum, di antaranya:
a.
Visi, Misi, dan Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan
Visi, dan Misi Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan harus berorientasi
ke depan, dikembangkan bersama oleh seluruh warga sekolah, merupakan perpaduan
antara langkah strategis dan sesuatu yang dicita-citakan, dinyatakan dalam
kalimat yang padat bermakna, dapat dijabarkan ke dalam tujuan dan indikator
keberhasilannya, berbasis nilai, dan membumi (kontekstual).
Penyusunan visi dalam KTSP melalui tiga tahap
yaitu; tahap 1: hasil belajar siswa, dengan merumuskan apa yang harus dicapai
siswa berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap setelah mereka
menamatkan sekolah. Tahap 2: suasana pembelajaran, dirumuskan dengan
mempertimbangkan suasana pembelajaran seperti apa yg dikehendaki untuk mencapai
hasil belajar itu, dan tahap 3: suasana sekolah, dimana sekolah ditempatkan
sebagai lembaga/organisasi pembelajaran dengan
merumuskan seperti apa yang diinginkan untuk mewujudkan hasil belajar bagi
siswa.
Setiap tahapan dirumuskan dalam kalimat,
kemudian dipindai setiap rumusan/kalimat untuk mendapatkan kata kunci, rumusan
visi dari kata kunci tersebut secara singkat padat bermakna (kurang lebih tidak
lebih dari 25 kata), berdasarkan Visi ini, bisa ditentukan missinya dimana
missi dapat diartikan sebagai sejumlah langkah strategis untuk menuju dan
mencapai sasaran dari visi yang telah dirumuskan.
Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar adalah meletakkan
dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan
untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Tujuan pendidikan
menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak
mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih
lanjut. Dan khususnya tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
b.
Struktur dan Muatan KTSP
Struktur dan Muatan KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah seperti
tertuang dalam SI meliputi lima kelompok mata pelajaran, yaitu; kelompok mata
pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian, kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, kelompok
mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaranjasmani, oleh raga dan
kesehatan.Keluasan dan kedalaman pada setiap kelompok mata pelajaran sebagai
beban belajar bagi setiap pesera didik pada satuan pendidikan.
mata pelajaran, muatan lokal, kegiatan
pengembangan diri, pengaturan beban belajar, kenaikan kelas, penjurusan, dan
kelulusan, pendidikan kecakapan hidup, pendidikan berbasis keunggulan lokal dan
global.
Kalender Pendidikan, untuk setiap satuan pendidikan dapat menyusun kalender pendidikan sesuai dengan
kebutuhan daerah, karakteristik sekolah, kebutuhan peserta didik dan
masyarakat, dengan memperhatikan kalender pendidikan sebagaimana tercantum
dalam Standar Isi.
H. Peluang dan Tantangan yang
diberikan oleh KTSP
KTSP
memberikan peluang munculnya diversifikasi sekolah, sebab kurikulum yang
dikembangkan dalam KTSP sebagaimana yang telah diungkapkan di atas, hanya
berisikan standar kompetensi/kompetensi dasar yang merupakan standar nasional;
sedangkan pengembangan selanjutnya sangat ditentukan oleh
kebutuhan/karakteristik sekolah atau masyarakat yang berada di sekitar sekolah.
Peluang ini dapat diterjemahkan sebagai tantangan bagi
pihak sekolah (penyelenggara pendidikan) dalam rangka mempercepat pembangunan
bangsa. Apakah sekolah sebagai penyelenggara pendidikan akan jalan ditempat,
“menunggu perintah dari atas” sebagaimana yang selama ini
dikondisikan, atau pihak sekolah mengadopsi peluang itu dengan tujuan untuk meningkatkan
kualitas pendidikan bangsanya. Diversifikasi ini memungkinkan dikembangkannya
sistem persekolahan yang berdaya saing tinggi, sebab pihak sekolah diberi
kewenangan penuh untuk mengembangkan kurikulumnya sebaik dan semaju mungkin
tetapi juga melihat pada kebutuhan dan kemampuan pihak penyelenggara pendidikan
(sekolah). Dengan adanya kemungkinan diverisifikasi ini maka penyelenggara
pendidikan tidak lagi harus seragam, sehingga diharapkan percepatan pembangunan
bangsa dapat dicapai.
Partisipasi
masyarakat yakni peran komite sekolah memberi masukan dan saran tentang
keunggulan lokal, menjadi poin berikutnya dalam peluang yang terkandung di
KTSP. Keterlibatan pihak masyarakat, yang selama ini dipandang hanya sebagai
“user” pasif, memunculkan tantangan yang lebih bermakna, sebab masuknya
peran/partisipasi masyarakat akan melibatkan pemikiran-pemikiran baru tentang
perlunya peningkatan kualitas yang berasal dari pihak pengguna. Masyarakat
dapat mengikutsertakan dirinya untuk pengembangan dan kemajuan sekolah dengan
mengedepankan keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh masyarakat sekitar.
Artinya pengembangan pendidikan berasal dari kebutuhan wilayah sekitar (lokal)
dan membawa warna keunggulan lokal, sehingga produk pendidikan tidak lagi
menjadi suatu alieansi sebab kemajuan pendidikan daerah tersebut sangat
ditentukan oleh pengembangan keunggulan lokalnya.
Peluang
lain yang diberikan melalui KTSP adalah bahwa kurikulum berbasis sekolah. Hal
ini mengindikasi selain kurikulum akan dikembangkan sesuai kebutuhan dan
kemampuan pihak sekolah, juga tidak kalah pentingnya adalah bahwa kurikulum
harus dikembangkan oleh guru. Dalam hal ini guru bukan hanya sebagai pelaksana
kurikulum, melainkan juga sebagai pengembang kurikulum di kelasnya. Konsekuensinya,
guru dituntut untuk siap sebagai pengembang kurikulum, sehingga tidak lagi
terdengar bahwa pengembangan perencanaan pembelajaran hanyalah merupakan
“pekerjaan administratif belaka”. Konsekuensi lanjutan adalah perlunya
pembinaan berkelanjutan yang intensif bagi pihak guru sebagai pengembang
kurikulum di tingkat sekolah.
Profesionalisasi menjadi suatu kebutuhan, dan
guru harus terus meningkatkan dirinya untuk mempercepat pembangunan bangsa. Di
tangan gurulah terletak maju atau mundurnya pendidikan kita.
I. Kemungkinan Permasalahan dalam
Proses Implementasinya
Penerapan
KTSP telah berjalan tiga tahun, dan sampai saat ini tampaknya apa yang
dilaksanakan di lapangan masih belum memenuhi tuntutan kurikulum tersebut.
Tidak sedikit pengamat pendidikan yang mempertanyakan apa perbedaan antara KTSP
dengan kurikulum sebelumnya, sementara di kalangan guru masih terjadi perbedaan
pendapat di dalam menafsirkan tuntutan kurikulum. Guru kembali menggunakan
kebiasaan mengajar seperti sebelumnya. Di lain pihak para guru merasa bahwa
SK/KD tidak memberi arah dan tuntunan yang jelas (dan detail)
sehingga mereka cenderung mencari “contoh silabus/RPP” yang sudah jadi dan
meniru nya menjadi silabus/RPP yang akan digunakannya dalam pembelajarannya.
Hal-hal yang terjadi seperti dikemukakan di atas dapat diidentifikasi :
a. Sudah terlalu lamanya
guru menggunakan gaya mengajar yang mengacu kepada posisi guru sebagai user
kurikulum (segala sesuatu telah ditetapkan dari atas sehingga guru tinggal
melaksanakannya), dan terdapat kecenderungan untuk mempertahankan gaya
tersebut (status quo), sedangkan KTSP mensyaratkan guru untuk menjadi
curriculum developer.
b. Kurangnya proses
sosialisasi KTSP yang pada awal berlakunya kurikulum tersebut hanya
dilakukan one-shot training. Bagaimana guru dapat memahami isi dan
tuntutan kurikulum dengan baik jika pengenalan dilakukan hanya dalam waktu
terbatas.
Kurangnya pemahaman guru terhadap orientasi kurikulum. Dalam hal ini
orientasi kurikulum (yang merupakan salah satu dari landasan kurikulum)
merupakan dasar dikembangkannya bentuk kurikulum, sehingga memahami orientasi
kurikulum akan memudahkan untuk memahami kurikulum secara keseluruhan. Sebagai
contoh KTSP pada posisi pencapaian tujuan kurikuler berkiblat pada orientasi
Transaction yang artinya siswa sebagai pusat sebab orientasi ini menganggap
siswa memiliki kemampuan berinteraksi dengan lingkungan dan proses ditekankan
pada proses (Seller & Miller, 1985 : 62-67) dan pengembangan aktivitas
siswa merupakan tujuan antara dalam rangka mencapai tujuan
kurikuler. Dengan demikian apabila guru tidak memahami orientasi
kurikulum yang tersirat dalam KTSP, maka kemungkinan yang terjadi adalah guru
memberikan sejumlah informasi (faktual) kepada siswa, dan pada akhirnya siswa
hanya tinggal menghafal fakta-fakta yang telah diberikan oleh guru tersebut
(pembelajaran satu arah dan siswa pasif - cenderung rote learning).
Tampaknya kelemahan dalam proses implementasi
KTSP lebih cenderung kepada kurangnya pemahaman guru terhadap apa yang menjadi
tuntutan kurikulum tersebut. Dalam hal ini masalah implementasi tersebut lebih
banyak berada pada posisi kekurangan yang ada pada guru sebagai pengembang
kurikulum.
KESIMPULAN
KTSP adalah suatu ide tentang pengembangan
kurikulum yang diletakan pada posisi yang paling dekat dengan pembelajaran yakni
sekolah dan satuan pendidikan. KTSP merupakan paradigma baru pengembangan
kurikulum, yang memberikan otonomi luas pada setiap satuan pendidikan, dan
pelibatan masyarakat dalam rangka mengefektifkan proses belajar mengajar di
sekolah.
Perbedaan mendasar dari kurikulum 2004 dengan KTSP adalah khususnya
dalam penyusunan dan pengembangan indikator pencapaian kompetensi ditentukan
oleh satuan pendidikan dalam hal ini guru dengan mengacu pada Standar Isi yang
ditetapkan secara nasional. Secara umum konten dan system kompetensi pada
kurikulum 2004 masih digunakan pada kurikulum 2006 atau KTSP, oleh karena itu
penguasaan kedua kurikulum tersebut saling berkaitan erat.
KTSP memberikan peluang
munculnya diversifikasi sekolah, sebab kurikulum yang dikembangkan dalam KTSP
sebagaimana yang telah diungkapkan di atas, hanya berisikan standar
kompetensi/kompetensi dasar yang merupakan standar nasional; sedangkan
pengembangan selanjutnya sangat ditentukan oleh kebutuhan/karakteristik sekolah
atau masyarakat yang berada di sekitar sekolah. Peluang ini dapat
diterjemahkan sebagai tantangan bagi pihak sekolah (penyelenggara pendidikan)
dalam rangka mempercepat pembangunan bangsa. Apakah sekolah sebagai
penyelenggara pendidikan akan jalan ditempat, “menunggu perintah
dari atas” sebagaimana yang selama ini dikondisikan, atau pihak
sekolah mengadopsi peluang itu dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas
pendidikan bangsanya.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyasa, E. Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan; Sebuah Panduan Praktis. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya. . 2006. hal 20
Mulyasa, E. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan;
Sebuah Panduan Praktis. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. . 2006.
hal 20